BAB
I
PENDAHULUAN
Memang tidak semua orang
menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam
beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan
penilaian.
Hal ini dapat dilihat mulai dari
berpakaian, setelah berpakaian kemudian dihadapkan ke kaca apakah penampilannya
sudah baik atau belum.
Dari kalimat tersebut kita sudah
menemui tiga buah istilah yaitu: evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sementara
orang cenderung lebih mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian
yang sama sehingga dalam pemakaiannya tergantung dari kata mana yang siap
diucapkannya.
Dalam setiap pembelajaran,
pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang ia
lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik atau tidak baik, bermanfaat, atau
tidak bermanfaat, dll. Apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai hasil
yang baik, pendidik tentu dapat dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran
dan demikian sebaliknya.
Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam proses
pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini
dapat berupa evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Dalam makalah
ini penyusun hanya membahas tentang evaluasi hasil belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar
Pengukuran dapat diartikan sebagai suatu
tindakan untuk mengidentifikasikan besar kecilnya gejala (Sutrisno Hadi,
Metodologi Research). Pengukuran hasil belajar berarti suatu kegiatan atau
proses untuk menerapkan dengan pasti tentang luas dimensi dan kuantitas dari
hasil belajar murid dengan memperbandingkan dengan ukuran / standar tertentu.
Implikasinya adalah jika kita ingin mengukur hasil belajar murid, maka kita
harus mempergunakan alat pengukur hasil belajar murid (mungkin dengan
interview, observasi, pemberian tugas, ulangan/ ujian dengan mempergunakan
tes). Penggunaan tes disini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh
murid-murid berhasil dalam belajarnya atau berhasil menguasai isi pengajaran
yang diberikan gurunya. Oleh karena itu apabila tes dimaksudkan untuk memenuhi
hal tersebut harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat menggunakan tujuan
yang dimaksudkan. Tujuan ini selanjutnya dipergunakan sebagai bahan/ dasar
penyusunan tes.
Penilaian adalah suatu tindakan untuk
memberikan interpretasi terhadap hasil pengukuran, dengan menggunakan norma
tertentu, untuk mengetahui tinggi/ rendahnya atau baik buruknya aspek
tetrtentu. Pengertian interpretasi disini berarti memberikan/
menerapkan harga/ value tenatang baik buruknya atau tinggi rendahnya hasil
pengukuran. Kegaiatan penilaian akan lebih inklusip karena dalam
pengertian penilaian tersebut sebenarnya dengan sendirinya menyertakan
pengertian pengukuran.
Salah satu tugas terpenting guru adalah
memimpin, membimbing dan mengajakran bahan-bahan pelajaran kepada murid.
Dilihat dari segi ini sebagai guru yang bertanggung jawab akan tugasnya, maka
dia akan sadar untuk selalu mengetahui seberapa jauh pimpinan, bimbingan atau
bahan-bahan pelajaran itu dikuasai oleh murid. Seberapa jauh guru dapat
memindahkan/ memasukkan materi-materi pelajaran kepada murid-muridnya. Karena
tuntutan untuk selalu harus mengetahui sampai pada level/ tingkat mana
murid-muridnya menguasai materi pelajaran itulah maka diperlukan kegiatan untuk
menilai hasil belajarnya.
Dengan mengetahui keadaan status/ posisi
murid-murid dalam proses belajarnya akan dipenuhi berbagai usaha tindak lanjut
misalnya untuk kepentingan terus meningkatkan hasil belajarnya, untuk
memperbaiki kesukaran-kesukaran belajarnya, untuk memperbaiki bimbingan
belajarnya untuk menyesuaikan bahan pelajaran kebutuhan murid-murid dan
sebagainya.
Sebelum melakukan proses evaluasi terlebih
dahulu kita harus melakukan pengukuran dengan alat yang disebut tes. Hasil
pengukuran dapat menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi
keadaan yang diukur. Namun demikian hasil pengukuran ini belum memiliki makna
sama sekali apabila belum dibandingkan dengan suatu acuan atau bahan
pembanding. Proses membandingkan inilah yang disebut proses penilaian.
Pengolahan hasil tes merupakan kegiatan
lanjutan pengadministrasian ujian, yaitu memeriksa hasil ujian dan mencocokkan
jawaban peserta dengan kunci jawaban untuk tes kognitif dan tes keterampilan.
Terdapat dua pendekatan yang berlaku dalam penilaian hasil belajar, yaitu
Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
A. Penilaian
Acuan Norma (PAN / Norm Referenced Evalution)
Penilaian
Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma
kelompok atau nilai-nilai yang diperoleh siswa dibandingkan dengan nilai-nilai
siswa lain dalam kelompok tersebut. Dengan kata lain PAN merupakan sistem
penilaian yang didasarkan pada nilai sekelompok siswa dalam satu proses
pembelajaran sesuai dengan tingkat penguasaan pada kelompok tersebut. Artinya
pemberian nilai mengacu pada perolehan skor pada kelompok itu.
Dalam
hal ini “norma” berarti kapasistas atau prestasi kelompok, sedangkan “kelompok”
adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut dapat kelompok siswa dalam satu
kelas, sekolah, rayon, propinsi, dan lain-lain. PAN juga dapat dikatakan
penilaian “apa adanya” dengan pengertian bahwa acuan pembandingnya semata-mata
diambil dari kenyataan yang diperoleh (rata-rata dan simpangan baku) pada saat
penilaian dilakukan dan tidak dikaitkan dengan hasil pengukuran lain.
PAN
menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku pada kurva normal. Hasil-hasil
perhitungannya dipakai sebagai acuan penilaian dan memiliki sifat relatif sesuai
dengan naik turunnya nilai rata-rata dan simpangan baku yang dihasilkan pada
saat itu.
Penggunaan
sistem PAN membiarkan siswa berkembang seperti apa adanya. Namun demikian guru
tetap merumuskan Tujuan Khusus Pembelajaran (TKP) sesuai dengan tuntutan
kompetensi. TKP yang berorientasi pada kompetensi tetap dipakai sebagai tumpuan
dalam penyusunan evaluasi akan tetapi pada saat pemberian skor yang diperoleh
siswa maka TKP tidak dipergunakan sebagai pedoman. Batas kelulusan tidak
ditentukan oleh penguasaan minimal siswa terhadap kompetensi yang ditetapkan
dalam TKP, melainkan didasarkan pada nilai rata-rata dan simpangan baku yang
dihasilkan kelompoknya.
Dengan
demikian kelemahan sistem PAN dapat terlihat jelas bahwa tes apapun, dalam
kelompok apapun, dengan kadar prestasi yang bagaimanapun pemberian nilai dengan
model pendekan PAN selalu dapat dilakukan. Oleh karena itu penggunaan model
pendekatan ini dapat dilakukan dengan baik apabila memenuhi syarat antara lain:
a). skor nilai terpencar atau dapat dianggap terpencar sesuai dengan pencaran
kurva normal; b). jumlah yang dinilai minimal 50 orang atau lebih dari 100
orang dalam arti sampel yang digunakan besar.
Dalam
penerapan sistem PAN ada dua hal pokok yang harus ditetapkan yaitu: banyaknya
siswa yang akan lulus dan penetapan batas lulus. Terdapat dua cara di dalam
menentukan batas kelulusan antara lain: menetapkan terlebih dahulu jumlah yang
diluluskan, misalnya 75% dari seluruh peserta tes, kemudian skor tiap siswa
disusun dan diranking sehingga akan diketemukan skor terendah. Cara kedua
dengan menggunakan data statistik yang terdapat dalam kurva normal dengan
menggunakan nilai rata-rata dan simpangan baku, sehingga akan diketemukan luas
daerah kurva normal atau jumlah anak yang diluluskan.
B. Penilaian
Acuan Patokan (PAP / Criterion Referenced Evaluation)
Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah
model pendekatan penilaian yang mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan
(TKP) yang telah ditetapkan sebelumnya. PAP merupakan suatu cara menentukan
kelulusan siswa dengan menggunakan sejumlah patokan. Bilamana siswa telah
memenuhi patokan tersebut maka dinyatakan berhasil. Tetapi bila siswa belum
memenuhi patokan maka dikatakan gagal atau belum menguasai bahan pembelajaran
tersebut. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat
pencapaian penguasaan siswa tentang materi pembelajaran sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
Siswa yang telah melampaui atau sama
dengan kriteria atau patokan keberhasilan dinyatakan lulus atau memenuhi
persyaratan. Guru tidak melakukan penilaian apa adanya melainkan berdasarkan
kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sejak pembelajaran dimulai. Guru
yang menggunakan model pendekatan PAP ini dituntut untuk selalu mengarahkan,
membantu dan membimbing siswa kearah penguasaan minimal sejak pembelajaran
dimulai, sedang berlangsung dan sampai berakhirnya pembelajaran. Kompetensi
yang dirumuskan dalam TKP merupakan arah, petunjuk, dan pusat kegiatan dalam
pembelajaran. Penggunaan tes formatif dalam penilaian ini sangat mendukung
untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa. Pelaksanaan PAP tidak memerlukan
perhitungan statistik melainkan hanya tingkat penguasaan kompetensi minimal.
Sebagai contoh misalnya: untuk dapat
diterima sebagai calon tenaga pengajar di perguruan tinggi adalah IP minimal
3,00 dan setiap calon harus lulus tes potensi akademik yang diadakan oleh
lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan kriteria di atas siapapun calon yang
tidak memenuhi persyaratan di atas maka dinyatakan gagal dalam tes atau tidak
diterima sebagai calon tenaga pengajar.
Seperti uraian di atas tingkat
kemampuan atau kelulusan seseorang ditentukan oleh tercapai tidaknya kriteria.
Misalnya seseorang dikatakan telah menguasai satu pokok bahasan / kompetensi
bilamana ia telah menjawab dengan benar 75% dari butir soal dalam pokok bahasan
/ kompetensi tersebut. Jawaban yang benar 75% atau lebih dinyatakan lulus,
sedang jawaban yang kurang dari 75% dinyatakan belum berhasil dan harus
mengulang kembali.
Muncul pertanyaan bahwa apakah siswa
yang dapat menjawab benar 75% ke atas juga akan memperoleh nilai yang sama? Hal
ini tergantung pada sistem penilaian yang digunakan. Jika hanya menggunakan
kriteria lulus dan tidak lulus, berarti siswa yang menjawab benar 75% ke atas
adalah lulus, demikian juga sebaliknya siswa yang menjawab benar kurang dari
75% tidak lulus. Apabila sistem penilaian yang digunakan menggunakan model A,
B, C, D atau standar yang lain, kriteria ditetapkan berdasarkan rentangan skor
atau skala interval.
Perlu dijelaskan bahwa kriteria atau
patokan yang digunakan dalam PAP bersifat mutlak. Artinya kriteria itu bersifat
tetap, setidaknya untuk jangka waktu tertentu dan berlaku bagi semua siswa yang
mengikuti tes di lembaga yang bersangkutan.
a. Perbedaan
CRT dan NRT didasarkan atas 3 kriteria:
·
Pengembangan tes
·
Standar penilaian performance siswa
·
Maksud tes
3.1. Perbedaan CRT dan NRT ditinjau dari
Pengembangan Tes
|
PAP (CRT)
|
PAN (NRT)
|
||
|
No.
|
|
No.
|
|
|
1.
|
PAP hanya terdiri dari
soal-soal tes yang didasarkan pada tujuan khusus pembelajaran.
|
1.
|
Soal tes tidak hanya
berdasarkan pembelajaran yang diterima siswa.
|
|
2.
|
Setiap tes mempunyai
prasarat agar siswa menunjukkan “performance”
|
2.
|
Tidak perlu terlebih
dahulu menentukan secara pasti performance yang diharapkan sebelum tes
disusun.
|
|
3.
|
Dasar pertimbangan
untuk diterimanya performance tertentu harus berdasarkan pada kriteria
tertentu.
|
3.
|
Dasar pertimbangan
diterimanya performance berdasarkan hasil perolehan nilai yang iddapat oleh
siswa.
|
|
4.
|
Mementingkan butir tes
sesuai dengan perilaku (tujuan pembelajaran)
|
4.
|
Membuat tes dalam
keategori sedang.
|
3.2.
Perbedaan CRT dan NRT ditinjau dari Standar Performance
|
PAP (CRT)
|
PAN (NRT)
|
||
|
No.
|
|
No.
|
|
|
1.
|
Standar performance
ditentukan dalam tingkah laku
|
1.
|
Standar performance
didasarkan pada jumlah pertanyaan yang dijawab benar oleh siswa dihubungkan
dengan siswa lain yang menempuh tes tersebut.
|
|
2.
|
Pengukur performance
dalam menempuh tes didasarkan pada standar performance yang telah ditetapkan.
|
2.
|
Prestasi siwa adalah
80% dari siswa lain.
|
|
3.
|
Distribusi nilai tidak
menyerupai kurve normal.
|
3.
|
Penilaian idasarkan
pada apa adanya hasil prestasi siswa.
|
|
4.
|
Didasarkan pada batas
KKM.
|
4.
|
Perolehan nilai
berdasarkan pada kelompok/kelas.
|
3.3.
Perbedaan CRT dan NRT ditinjau dari Maksud Tes
|
PAP (CRT)
|
PAN (NRT)
|
||
|
No.
|
|
No.
|
|
|
1.
|
Dimaksudkan untuk
mengklasifikasikan seseorang, mendiagnosa belajar siswa.
|
1.
|
Untuk mengadakan
seleksi pada individu/ membuat rangking.
|
KELEBIHAN PENILAIAN PAN:
1. Dapat
digunakan untuk menetapkan nilai secara maksimal.
2. Dapat
membedakan kemampuan peserta didik yang pintar dan kurang pintar. Membedakan
kelompok atas dan bawah.
3. Fleksibel:
dapat menyesuaikan dengan kondisi yang berbeda-beda.
4. Mudah
menilai karena tdk ada patokan.
5. Dapat
digunakan untuk menilai ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
KELEBIHAN METODE PAP:
1. Dapat
membantu guru merancang program remidi.
2. Tidak
membutuhkan perhitungan statistic yang rumit.
3. Dapat
mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran.
4. Nilainya
bersifat tetap selama standar yang digunakan sama.
5. Hasil
penilaian dapat digunakan untuk umpan balik atau untuk mengetahui apakah tujuan
pembelajaran sudah tercapai atau belum.
6. Banyak
digunakan untuk kelas dengan materi pembelajaran berupa konsep.
7. Mudah
menilai karena ada patokan.
2. FUNGSI EVALUASI
Evaluasi dalam dunia pendidikan memiliki
berbagai fungsi yang mengacu pada 3 dasar yaitu
1. Dasar
psikologis
a. Ditinjau
dari anak didik
Anak
didik adalah manusia yang belum dewasa yang membutuhkan bimbingan dari orang
dewasa (pendidik) sebagai pedoman bagi sikap dan tingkah lakunya. Demikian pula
dalam proses belajar anak didik membutuhkan pendapat dari guru sebagai tumpuan.
Dengan adanya pendapat guru mengenai hasil belajarnya, anak didik kan mempunyai
pegangan, pedoman, dan hidup dalam kepastian batin. Pendapat guru itu
dinyatakan dalam penilaian terhadap hasil belajar anak didik. Evaluas juga
membuat anak didik mengerti statusnya diantara teman-temannya. Apakah dia
tergolong anak yang pilihan, pandai, sedang, dan untuk membandingkan dirinya
dengan teman-temannya. Sehingga alat ini dipandang paling baik terhadap
kemajuan peserta didik.
b. Dipandang
dari segi pendidik
Secara
psikologis pendidik butuh mengetahui keajuan anak-anak didiknya yang enjadi
tanggung jawabnya itu. Pengetahuan akan hal ini akan memberinya rasa pasti dan
memberinya dasar untuk menentukan langkah yang lebih lanjut.
2. Dasar
Didaktis
a. Ditinjau
dari anak didik
Pengetahuan
akan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai pada umumnya
berpengruh baik
terhadap pekerjaan-pekerjaan selanjutnya. Artinya, menyebabkan
prestasi-prestasi selanjutnya lebih baik.
b. Dipandang
dari segi pendidik
Dengan
menilai hasil atau kemajuan murid-muridnya, sebenarnya guru tidak menilai hasil
usaha muridnya saja, tetapi sekaligus dia juga menilai hasil-hasil usaha
sendiri. dengan mengetahui hasil usaha muridnya itu guru jadi tahu seberapa
jauh dan dalam hal mana di berhasil, serta dalam hal mana, serta seberapa jauh
dia gagal. Tahu akan kegagalan atau kelemahan usahanya itu adalah sangat
penting bagi guru. Oleh karena hal tersebut merupakan modal yang sangat bergharga
bagi usaha-usaha selanjutnya.
3. Dasar
Administratif
Orang
menilai hasil-hasil pendidikan itu juga mempunyai dasar adminitratif. Dengan
adanya penilaian yang rumusan terakhirnya berwujud rapor maka dapat dipenuhi
berbagai kebutuhan adinistrasi yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
a. Memberikan
data untuk dapat menentukan status anak didik di dalam kelasnya. Yaitu
misalnya, apakah dia naik kelas atu tidak, apakah dia lulus ujian atau tidak.
b. Memberikan
ikhtisar mengenai segala hasil usaha yang dilakukan oleh suatu lembaga
pendidikan.
c. Merupakan
inti laporan tentang kemajuan murid-murid kepada orang tua atau pejabat
pemerntah yang berwenang, guru-guru, juga murid-muridnya
3. SIFAT
EVALUASI
Sifat evaluasi antara
lain sebagai berikut :
1.
Kuantitatif
Banyak gejala-gejala dalam pendidikan yang sifatnya
abstrak dan kualitatif tetapi dalam evaluasi selalu diangkakan. Misalnya
kemampuan berbahasa, kemampuan matematika, sikap, bakat, intelegensi, namun
dalam prakteknya hal-hal yang bersifat abstark tersebut dalam penilaiannya
selalu dikuantitatifkan, misalnya IQ = 100, kemampuan matematika diberi skor 8,
kemampuan berbahsa diberi skor 7.
2.
Tidak
Langsung
Dalam mengevaluasikan harus menggunakan alat dan
melalui prosedur yang sistematis tidak secara langsung dan melihat gejala atau
ciri-ciri yang nampak. Mmisalnya untuk mengetahui keampuan matematika seorang
siswa, kita tidak dapat secara langsung mengamati keadaan siswa secara fisik
seperti dilihat dari cara berpakaian yang rapi, atau dahinya yang lebar. Tetapi
untuk mengetahui keampuan matematika siswa harus melalui prosedur atau proses
yang benar dan menggunakan instrument yang tepat sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki. Karena dalam evaluasi harus melalui prosedur atau proses dan
enggunakan alat yang relevan, maka evaluasi bersifat tidak lansung.
3.
Relatif
atau Tidak Mutlak
Hasil penilaian setiap individu akan selalu berubah
sesuai dengan dinamikanya. Setiap mengadakan penilaian kemungkinan terjadi
adanya perubahan, atau dengan kata lain peilaian tidak selalu sama atau tetap dari
satu waktu ke waktu yang lain.
4.
Menggunakan
unit – unit yang tetap
Mengungkapatau mengukur sesuatu obyek akan selalu menggunakan
satuan ukuran tertentu sesuai dengan obyek yang diukur atau dinilai misalnya IQ
antara 100-110 termasuk normal, IQ 80-99 termasuk lamban dan sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
Dari
penulisan ini dapat disimpulkan:
DAFTAR PUSTAKA
Ormrod, J.E. 2003. Educational
Psychology:develovinglearner ed. New Jersey: Merril Prentice Hall.
Eggen & Kauchak. 2007. Educational Psychology.
Windows on Classrooms. Australia: Pearson International Edition.
Suryabrata, S. 1995. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Woolfolk, Anita. 2009. Educational Psychology Active
Learning Edition. Edisi I dan II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pemdidikan. Jakarta:
Kencana Prenadan Group i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar