Selasa, 22 Maret 2016

PP

BAB I
PENDAHULUAN

Memang tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian. Hal ini dapat dilihat mulai dari berpakaian, setelah berpakaian kemudian dihadapkan ke kaca apakah penampilannya sudah baik atau belum.

Dari kalimat tersebut kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu: evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sementara orang cenderung lebih mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama sehingga dalam pemakaiannya tergantung dari kata mana yang siap diucapkannya.

Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik atau tidak baik, bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dll. Apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai hasil yang baik, pendidik tentu dapat dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran dan demikian sebaliknya.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Dalam makalah ini penyusun hanya membahas tentang evaluasi hasil belajar.











BAB II
PEMBAHASAN
1.     Pengertian Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar
Pengukuran dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk mengidentifikasikan besar kecilnya gejala (Sutrisno Hadi, Metodologi Research). Pengukuran hasil belajar berarti suatu kegiatan atau proses untuk menerapkan dengan pasti tentang luas dimensi dan kuantitas dari hasil belajar murid dengan memperbandingkan dengan ukuran / standar tertentu. Implikasinya adalah jika kita ingin mengukur hasil belajar murid, maka kita harus mempergunakan alat pengukur hasil belajar murid (mungkin dengan interview, observasi, pemberian tugas, ulangan/ ujian dengan mempergunakan tes). Penggunaan tes disini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh murid-murid berhasil dalam belajarnya atau berhasil menguasai isi pengajaran yang diberikan gurunya. Oleh karena itu apabila tes dimaksudkan untuk memenuhi hal tersebut harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat menggunakan tujuan yang dimaksudkan. Tujuan ini selanjutnya dipergunakan sebagai bahan/ dasar penyusunan tes.
Penilaian adalah suatu tindakan untuk memberikan interpretasi terhadap hasil pengukuran, dengan menggunakan norma tertentu, untuk mengetahui tinggi/ rendahnya atau baik buruknya aspek tetrtentu. Pengertian interpretasi disini berarti memberikan/ menerapkan harga/ value tenatang baik buruknya atau tinggi rendahnya hasil pengukuran. Kegaiatan penilaian akan lebih inklusip karena dalam pengertian penilaian tersebut sebenarnya dengan sendirinya menyertakan pengertian pengukuran.
Salah satu tugas terpenting guru adalah memimpin, membimbing dan mengajakran bahan-bahan pelajaran kepada murid. Dilihat dari segi ini sebagai guru yang bertanggung jawab akan tugasnya, maka dia akan sadar untuk selalu mengetahui seberapa jauh pimpinan, bimbingan atau bahan-bahan pelajaran itu dikuasai oleh murid. Seberapa jauh guru dapat memindahkan/ memasukkan materi-materi pelajaran kepada murid-muridnya. Karena tuntutan untuk selalu harus mengetahui sampai pada level/ tingkat mana murid-muridnya menguasai materi pelajaran itulah maka diperlukan kegiatan untuk menilai hasil belajarnya.
Dengan mengetahui keadaan status/ posisi murid-murid dalam proses belajarnya akan dipenuhi berbagai usaha tindak lanjut misalnya untuk kepentingan terus meningkatkan hasil belajarnya, untuk memperbaiki kesukaran-kesukaran belajarnya, untuk memperbaiki bimbingan belajarnya untuk menyesuaikan bahan pelajaran kebutuhan murid-murid dan sebagainya.
Sebelum melakukan proses evaluasi terlebih dahulu kita harus melakukan pengukuran dengan alat yang disebut tes. Hasil pengukuran dapat menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang diukur. Namun demikian hasil pengukuran ini belum memiliki makna sama sekali apabila belum dibandingkan dengan suatu acuan atau bahan pembanding. Proses membandingkan inilah yang disebut proses penilaian.
Pengolahan hasil tes merupakan kegiatan lanjutan pengadministrasian ujian, yaitu memeriksa hasil ujian dan mencocokkan jawaban peserta dengan kunci jawaban untuk tes kognitif dan tes keterampilan. Terdapat dua pendekatan yang berlaku dalam penilaian hasil belajar, yaitu Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
A.    Penilaian Acuan Norma (PAN / Norm Referenced Evalution)
Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok atau nilai-nilai yang diperoleh siswa dibandingkan dengan nilai-nilai siswa lain dalam kelompok tersebut. Dengan kata lain PAN merupakan sistem penilaian yang didasarkan pada nilai sekelompok siswa dalam satu proses pembelajaran sesuai dengan tingkat penguasaan pada kelompok tersebut. Artinya pemberian nilai mengacu pada perolehan skor pada kelompok itu.
Dalam hal ini “norma” berarti kapasistas atau prestasi kelompok, sedangkan “kelompok” adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut dapat kelompok siswa dalam satu kelas, sekolah, rayon, propinsi, dan lain-lain. PAN juga dapat dikatakan penilaian “apa adanya” dengan pengertian bahwa acuan pembandingnya semata-mata diambil dari kenyataan yang diperoleh (rata-rata dan simpangan baku) pada saat penilaian dilakukan dan tidak dikaitkan dengan hasil pengukuran lain.
PAN menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku pada kurva normal. Hasil-hasil perhitungannya dipakai sebagai acuan penilaian dan memiliki sifat relatif sesuai dengan naik turunnya nilai rata-rata dan simpangan baku yang dihasilkan pada saat itu.
Penggunaan sistem PAN membiarkan siswa berkembang seperti apa adanya. Namun demikian guru tetap merumuskan Tujuan Khusus Pembelajaran (TKP) sesuai dengan tuntutan kompetensi. TKP yang berorientasi pada kompetensi tetap dipakai sebagai tumpuan dalam penyusunan evaluasi akan tetapi pada saat pemberian skor yang diperoleh siswa maka TKP tidak dipergunakan sebagai pedoman. Batas kelulusan tidak ditentukan oleh penguasaan minimal siswa terhadap kompetensi yang ditetapkan dalam TKP, melainkan didasarkan pada nilai rata-rata dan simpangan baku yang dihasilkan kelompoknya.
Dengan demikian kelemahan sistem PAN dapat terlihat jelas bahwa tes apapun, dalam kelompok apapun, dengan kadar prestasi yang bagaimanapun pemberian nilai dengan model pendekan PAN selalu dapat dilakukan. Oleh karena itu penggunaan model pendekatan ini dapat dilakukan dengan baik apabila memenuhi syarat antara lain: a). skor nilai terpencar atau dapat dianggap terpencar sesuai dengan pencaran kurva normal; b). jumlah yang dinilai minimal 50 orang atau lebih dari 100 orang dalam arti sampel yang digunakan besar.
Dalam penerapan sistem PAN ada dua hal pokok yang harus ditetapkan yaitu: banyaknya siswa yang akan lulus dan penetapan batas lulus. Terdapat dua cara di dalam menentukan batas kelulusan antara lain: menetapkan terlebih dahulu jumlah yang diluluskan, misalnya 75% dari seluruh peserta tes, kemudian skor tiap siswa disusun dan diranking sehingga akan diketemukan skor terendah. Cara kedua dengan menggunakan data statistik yang terdapat dalam kurva normal dengan menggunakan nilai rata-rata dan simpangan baku, sehingga akan diketemukan luas daerah kurva normal atau jumlah anak yang diluluskan.
B.     Penilaian Acuan Patokan (PAP / Criterion Referenced Evaluation)
Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah model pendekatan penilaian yang mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (TKP) yang telah ditetapkan sebelumnya. PAP merupakan suatu cara menentukan kelulusan siswa dengan menggunakan sejumlah patokan. Bilamana siswa telah memenuhi patokan tersebut maka dinyatakan berhasil. Tetapi bila siswa belum memenuhi patokan maka dikatakan gagal atau belum menguasai bahan pembelajaran tersebut. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa tentang materi pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Siswa yang telah melampaui atau sama dengan kriteria atau patokan keberhasilan dinyatakan lulus atau memenuhi persyaratan. Guru tidak melakukan penilaian apa adanya melainkan berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sejak pembelajaran dimulai. Guru yang menggunakan model pendekatan PAP ini dituntut untuk selalu mengarahkan, membantu dan membimbing siswa kearah penguasaan minimal sejak pembelajaran dimulai, sedang berlangsung dan sampai berakhirnya pembelajaran. Kompetensi yang dirumuskan dalam TKP merupakan arah, petunjuk, dan pusat kegiatan dalam pembelajaran. Penggunaan tes formatif dalam penilaian ini sangat mendukung untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa. Pelaksanaan PAP tidak memerlukan perhitungan statistik melainkan hanya tingkat penguasaan kompetensi minimal.
Sebagai contoh misalnya: untuk dapat diterima sebagai calon tenaga pengajar di perguruan tinggi adalah IP minimal 3,00 dan setiap calon harus lulus tes potensi akademik yang diadakan oleh lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan kriteria di atas siapapun calon yang tidak memenuhi persyaratan di atas maka dinyatakan gagal dalam tes atau tidak diterima sebagai calon tenaga pengajar.
Seperti uraian di atas tingkat kemampuan atau kelulusan seseorang ditentukan oleh tercapai tidaknya kriteria. Misalnya seseorang dikatakan telah menguasai satu pokok bahasan / kompetensi bilamana ia telah menjawab dengan benar 75% dari butir soal dalam pokok bahasan / kompetensi tersebut. Jawaban yang benar 75% atau lebih dinyatakan lulus, sedang jawaban yang kurang dari 75% dinyatakan belum berhasil dan harus mengulang kembali.
Muncul pertanyaan bahwa apakah siswa yang dapat menjawab benar 75% ke atas juga akan memperoleh nilai yang sama? Hal ini tergantung pada sistem penilaian yang digunakan. Jika hanya menggunakan kriteria lulus dan tidak lulus, berarti siswa yang menjawab benar 75% ke atas adalah lulus, demikian juga sebaliknya siswa yang menjawab benar kurang dari 75% tidak lulus. Apabila sistem penilaian yang digunakan menggunakan model A, B, C, D atau standar yang lain, kriteria ditetapkan berdasarkan rentangan skor atau skala interval.
Perlu dijelaskan bahwa kriteria atau patokan yang digunakan dalam PAP bersifat mutlak. Artinya kriteria itu bersifat tetap, setidaknya untuk jangka waktu tertentu dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di lembaga yang bersangkutan.
a.       Perbedaan CRT dan NRT didasarkan atas 3 kriteria:
·         Pengembangan tes
·          Standar penilaian performance siswa
·         Maksud tes



 3.1. Perbedaan CRT dan NRT ditinjau dari Pengembangan Tes
PAP (CRT)
PAN (NRT)
No.

No.

1.
PAP hanya terdiri dari soal-soal tes yang didasarkan pada tujuan khusus pembelajaran.
1.
Soal tes tidak hanya berdasarkan pembelajaran yang diterima siswa.
2.
Setiap tes mempunyai prasarat agar siswa menunjukkan “performance”
2.
Tidak perlu terlebih dahulu menentukan secara pasti performance yang diharapkan sebelum tes disusun.
3.
Dasar pertimbangan untuk diterimanya performance tertentu harus berdasarkan pada kriteria tertentu.
3.
Dasar pertimbangan diterimanya performance berdasarkan hasil perolehan nilai yang iddapat oleh siswa.
4.
Mementingkan butir tes sesuai dengan perilaku (tujuan pembelajaran)
4.
Membuat tes dalam keategori sedang.

3.2. Perbedaan CRT dan NRT ditinjau dari Standar Performance
PAP (CRT)
PAN (NRT)
No.

No.

1.
Standar performance ditentukan dalam tingkah laku
1.
Standar performance didasarkan pada jumlah pertanyaan yang dijawab benar oleh siswa dihubungkan dengan siswa lain yang menempuh tes tersebut.
2.
Pengukur performance dalam menempuh tes didasarkan pada standar performance yang telah ditetapkan.
2.
Prestasi siwa adalah 80% dari siswa lain.
3.
Distribusi nilai tidak menyerupai kurve normal.
3.
Penilaian idasarkan pada apa adanya hasil prestasi siswa.
4.
Didasarkan pada batas KKM.
4.
Perolehan nilai berdasarkan pada kelompok/kelas.

3.3. Perbedaan CRT dan NRT ditinjau dari Maksud Tes
PAP (CRT)
PAN (NRT)
No.

No.

1.
Dimaksudkan untuk mengklasifikasikan seseorang, mendiagnosa belajar siswa.
1.
Untuk mengadakan seleksi pada individu/ membuat rangking.

KELEBIHAN PENILAIAN PAN:
1.      Dapat digunakan untuk menetapkan nilai secara maksimal.
2.      Dapat membedakan kemampuan peserta didik yang pintar dan kurang pintar. Membedakan kelompok atas dan bawah.
3.      Fleksibel: dapat menyesuaikan dengan kondisi yang berbeda-beda.
4.      Mudah menilai karena tdk ada patokan.
5.      Dapat digunakan untuk menilai ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
KELEBIHAN METODE PAP:
1.      Dapat membantu guru merancang program remidi.
2.      Tidak membutuhkan perhitungan statistic yang rumit.
3.      Dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran.
4.      Nilainya bersifat tetap selama standar yang digunakan sama.
5.      Hasil penilaian dapat digunakan untuk umpan balik atau untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum.
6.      Banyak digunakan untuk kelas dengan materi pembelajaran berupa konsep.
7.      Mudah menilai karena ada patokan.

2.       FUNGSI EVALUASI
Evaluasi dalam dunia pendidikan memiliki berbagai fungsi yang mengacu pada 3 dasar yaitu
1.      Dasar psikologis
a.       Ditinjau dari anak didik
Anak didik adalah manusia yang belum dewasa yang membutuhkan bimbingan dari orang dewasa (pendidik) sebagai pedoman bagi sikap dan tingkah lakunya. Demikian pula dalam proses belajar anak didik membutuhkan pendapat dari guru sebagai tumpuan. Dengan adanya pendapat guru mengenai hasil belajarnya, anak didik kan mempunyai pegangan, pedoman, dan hidup dalam kepastian batin. Pendapat guru itu dinyatakan dalam penilaian terhadap hasil belajar anak didik. Evaluas juga membuat anak didik mengerti statusnya diantara teman-temannya. Apakah dia tergolong anak yang pilihan, pandai, sedang, dan untuk membandingkan dirinya dengan teman-temannya. Sehingga alat ini dipandang paling baik terhadap kemajuan peserta didik.
b.      Dipandang dari segi pendidik
Secara psikologis pendidik butuh mengetahui keajuan anak-anak didiknya yang enjadi tanggung jawabnya itu. Pengetahuan akan hal ini akan memberinya rasa pasti dan memberinya dasar untuk menentukan langkah yang lebih lanjut.
2.      Dasar Didaktis
a.       Ditinjau dari anak didik
Pengetahuan akan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai pada umumnya
berpengruh baik terhadap pekerjaan-pekerjaan selanjutnya. Artinya, menyebabkan prestasi-prestasi selanjutnya lebih baik.
b.      Dipandang dari segi pendidik
Dengan menilai hasil atau kemajuan murid-muridnya, sebenarnya guru tidak menilai hasil usaha muridnya saja, tetapi sekaligus dia juga menilai hasil-hasil usaha sendiri. dengan mengetahui hasil usaha muridnya itu guru jadi tahu seberapa jauh dan dalam hal mana di berhasil, serta dalam hal mana, serta seberapa jauh dia gagal. Tahu akan kegagalan atau kelemahan usahanya itu adalah sangat penting bagi guru. Oleh karena hal tersebut merupakan modal yang sangat bergharga bagi usaha-usaha selanjutnya.
3.      Dasar Administratif
Orang menilai hasil-hasil pendidikan itu juga mempunyai dasar adminitratif. Dengan adanya penilaian yang rumusan terakhirnya berwujud rapor maka dapat dipenuhi berbagai kebutuhan adinistrasi yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
a.       Memberikan data untuk dapat menentukan status anak didik di dalam kelasnya. Yaitu misalnya, apakah dia naik kelas atu tidak, apakah dia lulus ujian atau tidak.
b.      Memberikan ikhtisar mengenai segala hasil usaha yang dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan.
c.       Merupakan inti laporan tentang kemajuan murid-murid kepada orang tua atau pejabat pemerntah yang berwenang, guru-guru, juga murid-muridnya

3.      SIFAT EVALUASI
Sifat evaluasi antara lain sebagai berikut :
1.      Kuantitatif
Banyak gejala-gejala dalam pendidikan yang sifatnya abstrak dan kualitatif tetapi dalam evaluasi selalu diangkakan. Misalnya kemampuan berbahasa, kemampuan matematika, sikap, bakat, intelegensi, namun dalam prakteknya hal-hal yang bersifat abstark tersebut dalam penilaiannya selalu dikuantitatifkan, misalnya IQ = 100, kemampuan matematika diberi skor 8, kemampuan berbahsa diberi skor 7.
2.      Tidak Langsung
Dalam mengevaluasikan harus menggunakan alat dan melalui prosedur yang sistematis tidak secara langsung dan melihat gejala atau ciri-ciri yang nampak. Mmisalnya untuk mengetahui keampuan matematika seorang siswa, kita tidak dapat secara langsung mengamati keadaan siswa secara fisik seperti dilihat dari cara berpakaian yang rapi, atau dahinya yang lebar. Tetapi untuk mengetahui keampuan matematika siswa harus melalui prosedur atau proses yang benar dan menggunakan instrument yang tepat sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Karena dalam evaluasi harus melalui prosedur atau proses dan enggunakan alat yang relevan, maka evaluasi bersifat tidak lansung.
3.      Relatif atau Tidak Mutlak
Hasil penilaian setiap individu akan selalu berubah sesuai dengan dinamikanya. Setiap mengadakan penilaian kemungkinan terjadi adanya perubahan, atau dengan kata lain peilaian tidak selalu sama atau tetap dari satu waktu ke waktu yang lain.
4.      Menggunakan unit – unit yang tetap
Mengungkapatau mengukur sesuatu obyek akan selalu menggunakan satuan ukuran tertentu sesuai dengan obyek yang diukur atau dinilai misalnya IQ antara 100-110 termasuk normal, IQ 80-99 termasuk lamban dan sebagainya.




BAB III
PENUTUP
Dari penulisan ini dapat disimpulkan:

DAFTAR PUSTAKA
Ormrod, J.E. 2003. Educational Psychology:develovinglearner ed. New Jersey: Merril Prentice Hall.
Eggen & Kauchak. 2007. Educational Psychology. Windows on Classrooms. Australia: Pearson International Edition.
Suryabrata, S. 1995. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Woolfolk, Anita. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition. Edisi I dan II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pemdidikan. Jakarta: Kencana Prenadan Group i


Tidak ada komentar:

Posting Komentar